Assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum

Sabtu, 14 Februari 2015

Cerpen Kita Nih...

hallo, ketemu lagi dengan postingan kita yang baru.. kali ini kita ngeposting cerpen hasil karya admin kita " Yuli Mutmainah " yang sempet menang juara 1 di lomba bulan bahasa sekolah kita sendiri loh..*yeeey* yuk dibaca semoga bermanfaat....



Anakku Menjadi Durhaka

Malam yang sangat sunyi diiringi dengan terpaan hujan yang begitu deras membasahi bumi ini. Sambaran petir tak henti-hentinya menerpa. Malam ini Ibu Nia sangat mencemaskan anaknya yang sampai saat ini tak kunjung pulang ke rumah, dengan wajah yang pucat dan penuh kekhawatiran, dia pun mencari anaknya, “Ya Allah kemana anakku Nia, kumohon jagalah dia dari segala bahaya yang sedang mengintainya” ucapnya dalam hati. Waktu berselang begitu lama, dan malam yang semakin larut Nia tak kunjung pulang ke ruma, lalu ibu Nia memutuskan untuk mencarinya pada hari esok. Beberapa menit kemudian terdengar suara ketukkan pintu dari luar. “Assalamu’alaikum, ibu aku pulang” ucap Niasangat lirih. “Wa’alaikumsalam, kamu baik-baik saja Nia, Ibu sangat mengkhawatirkan dirimu” tanpa sadar ibu Nia mengalirkan air mata. “Maafkan aku ibu, aku membuatmu khawatir, aku baik-baik saja ibu” ucap Nia dengan rasa bersalah. “Sudahlah, yang penting kamu baik-baik sja” sambil mencium anaknya.

Mentari pagi mulai membuka mata di cakrawala, memancarkan sinarnya ke seluruh muka bumi. Nia masih terlelap dalam tidurnya, lalu ibu Nia bergegas membangunkan Nia. “Nia bangun! Hari ini adalah hari pertama kamu masuk ke sekolah baru kan?” sambil berteriak. “Iya bu, aku tau, aku akan bergegas untuk pergi kesekolah” ucap Nia. “Ya sudah” sang ibu menghela nafas. Setibanya di sekolah, Nia bertemu dengan teman baru dari sekolah yang berbeda. “Hei, nama gue Nindy” sambutnya. “Hai nama gue Nia, gue pindahan dari desa” cetusnya. “What!? dari desa? Gila lo ya mau sekolah disini?” sambil menghina. “Iya gue emang dari desa, emang masalah buat lo!” celetuk Nia. “Ya engga sih, tapi orang desa kayak lo, gak pantes sekolah disini” celetuknya dengan logat mengejek. Lalu Nia segera pergi dari hadapannya. Jam pelajaran telah selesai, semua siswa bergegas merapihkan barang bawaannya, dan Nia segera pulang ke rumah. Sesampainya dirumah, Nia langsung menyelonong masuk, tanpa mengucapkan salam seperti biasanya. “Heh Nia, kenapa kamu gak memberi salam pada ibumu?” menegur Nia. “Udahlah jangan ganggu aku dulu, aku pusing sama tugas sekolah” Nia melotot ke arah ibunya. “Kenapa sikap kamu berubah, ibu sekolahin supaya tingkah laku kamu sopan dan baik, tapi kamu malah kaya gini” ibunya marah. “Bodo ah, gak usah urusin aku” celetuk Nia. “Ya sudah, terserah kamu aja deh” menghela nafas.
Waktu berguliar tak terasa sudah 3 bulan sejak kepergian mereka dari desa, sifat Nia semakin lama, semakin berubah menjadi sangat kurang ajar kepada ibunya sendiri, karena pergaulan yang begitu bebas dan pengaruh buruk dari teman-temannya. “Hei bro, kita cabut yuk! Bosen gue sekolah terus, pinter juga kagak” ajak Nindy. “Iyanih, gue juga bosen sekolah terus, yang dipelajarin cuma itu-itu doang, gak ada yang lain apa” celetuk Nia. “Tapi cabut kemana?” tanya Siska. “Udah tenang aja, kita cabut ke mall aja” ucap Nindy. “Kalo gitu gue gak ikut deh, gue pengen cabut kerumah aja. Bye” celetuk Nia sambil berlalu pergi. Sesampainya di rumah, Nia langsung mencari ibunya. “Ibu, ibu dimana sih” teriak Nia sambil membentak ibunya. “Ibu dari kamar Nia, kepala ibu sakit” ucap ibunya dengan suara lirih. “Gimana sih, dari tadi gue panggilin” melotot ke arah ibunya. “Kamu kenapa Nia, kenapa kamu kasar sekali pada ibumu ini?” sembil menteskan air mata. “Udah ah, gak usah banyak omong, gue laper mau makan” bentak Nia. “Maafkan ibu sayang, ibu tidak memiliki uang untuk membeli makanan hari ini, ibu lagi sakit nak” ucap ibunya. “Emang susah ya, punya orang tua miskin kaya lo!” cetusnya sambil membentak. TIba-tiba ada tetangga yang masuk dan langsung membentak Nia. “Hentikan membentak dan menghina ibumu! Dasar anak durhaka” katanya.

“Sadarkah tidak sepantasnya kamu mempermalukan ibumu seperti itu, dia yang telah melahirkanmu dan merawatmu sampai saat ini, seharusnya kamu lebih menghormati dan menghargainya” bentaknya. “Udahlah, gak usah ikut campur urusan gue” bentak Nia. “Saya tidak bisa diam saja, jika anak seperti kamu ini memperlakukan orang tua sendiri dengan semena-mena dan tidak menghormatinya sedikitpun” bentaknya dengan tegas. “ sudahlah nak, jangan lagi kamu menyalahkan Nia, biar bagaimanapun Nia itu tetap anakku yang sangat aku sayangi “ Ucap ibunya sambil meneteskan air mata. “ Lihatlah ! apakah kamu tidak sadar, ibumu telah memberikan kasih sayang yang tulus” ucapnya. “Sudahlah nak biarlah waktu yang menjawab semuanya, dan kamu Nia ibu minta maaf, jika ibu membuat kesalahan dan membuat kamu marah”. Ucap sang ibu sambil menangis. “Ya emang lo banyak salah, bahkan kesalahan itu gak bisa gue maafin”, kata Nia sambil membentak ibunya. “Nia teganya kamu berkata kasar kapada ibumu, apakah pantas seorang anak memperlakukan ibunya dengan kasar”. Ucap tetangganya sambil menangis. Disaat mereka berdua sedang berdebat, tiba-tiba sang ibu jatuh pingsan, dan saat itu Nia hanya terdiam kaku melihat ibunya pingsan. “Ibu, bu bangun, Nia mengapa kamu diam saja, cepat panggilkan ambulan dan segera kita bawa ibumu kerumah sakit”Ucapnya dengan rasa kekhawatiran. Nia segera menelepon ambulan dan ikut mengantar ibunya kerumah sakit. Waktu berselang beberapa menit, dan mereka sampai dirumah sakit, para perawat langsung menghampiri mereka dan membawanya keruang UGD. Dokterpun langsung memeriksa ibunya Nia. “dokter tolong periksa ibu saya dok, saya tidak mau hal buruk terjadi padanya” Ucap Nia dengan penuh rasa bersalah. “Tenangkanlah dirimu nak, Insya Allah tidak terjadi apapun padanya”. Ucap dokter. “ Baiklah, labih baik kalian menunggu diluar saja”. suster mempersilahkan mereka berdua menunggu diruang tunggu. Nia hanya terdiam dan merasa bersalah kepada ibunya, dia menyadari bahwa selama ini tidak pernah menghargai ibunya.

Waktu terus berputar, tidak terasa sudah satu minggu lamanya sang ibu tertidur dalam keadaan koma. Semakin lama sifat Nia semakin berubah, dan Nia merasa sangat bersalah terhadap ibunya. Keesokan harinya Nia datang kerumah sakit bersama tetangganya, setibanya mereka di ruangan tempat ibunya dirawat, Nia langsung terkejut melihat ibunya sudah tidak bernafas. Nia histeris sambil berteriak memanggil dokter . “dokter tolong saya, tolong selamatkan ibu saya” ucap Nia sambil menangis histeris. “Sabar nak, saya akan memeriksanya terlebih dahulu”. Ucap dokter. Mereka berdua menunggunya diluar, beberapa menit kemudian dokter keluar dari ruangan dengan raut wajah yang sedih. “Bagaimana Dok keadaan ibu saya, apakah dia baik-baik saja ? “. Dengan wajah cemas. “Maafkan saya Nia, saya sudah berusaha semaksimal mungkin, namun saya sudah tidak bias berbuat apa-apa lagi, Allah telah memanggil ibumu” ucap Dokter sambil menghela nafas dalam-dalam. “Jadi ibu saya meninggal dok ?” Nia menangis. “Tidak mungkin dok, tidak mungkin, bahkan saya belum meminta maaf kepadanya”. Lanjut Nia. “Sudahlah Nia, tabahkanlah dirimu”. Ucap tetangganya sambil menenangkan Nia.

Sudah tiga bulan sejak kepergian ibunya, Nia masih saja menyesal atas kepergian ibunya, setiap malam Nia selalu menangis dan terus meminta maaf kepada ibunya setelah dia shalat tahajud. Berharap sang ibu mendengar dan menjawab permintaan maaf tersebut . “Ibu, Nia minta maaf Nia menyesali semua perbuatan yang telah Nia lakukan terhadap ibu, Nia mohon ibu kembali kehadapan Nia, Nia merindukan ibu, Nia ingin memeluk ibu”. Dengan nafas tertahan, air matanya terus mengalir. Namun yang nia lakukan saat ini hanyalah sia-sia, karena ibunya telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Tamat
By : Yuli Mutmainnah XI IPA